Cockatoocourse.com – Pernah nggak sih kamu mikir, gimana hidup kita tanpa emoji? 😅 Bayangkan chatting tanpa wajah senyum, tanpa jempol, atau tanpa hati merah ❤️, pasti rasanya hambar banget! Tapi tahukah kamu, simbol kecil yang sekarang jadi bagian penting dari komunikasi digital ini ternyata berasal dari Jepang, lho!
Yup, negeri sakura bukan cuma terkenal karena sushi, anime, dan bunga sakuranya, tapi juga jadi tempat kelahiran emoji, bahasa visual yang sekarang dipakai miliaran orang di seluruh dunia. Yuk, kita telusuri bagaimana sejarah emoji dimulai sampai akhirnya jadi “bahasa global” yang penuh warna!
Sebelum ada emoji, dunia digital lebih dulu mengenal emotikon. Bentuknya masih sederhana banget, cuma gabungan karakter teks seperti ini: 🙂 atau :-(. Ide ini muncul pada tahun 1982 dari seorang ilmuwan komputer asal Amerika, Scott Fahlman, yang ingin membedakan antara pesan serius dan bercanda di forum online.
Nah, dari sinilah manusia mulai sadar, bahkan di dunia digital pun, kita butuh cara untuk mengekspresikan emosi! Emotikon akhirnya menjadi langkah pertama menuju kelahiran emoji yang lebih visual dan berwarna.

Istilah emoji berasal dari bahasa Jepang: “e” (gambar) dan “moji” (karakter). Emoji pertama diciptakan oleh Shigetaka Kurita, seorang desainer di perusahaan telekomunikasi NTT DoCoMo, pada tahun 1999. Tujuannya sederhana: membuat pesan singkat jadi lebih ekspresif tanpa harus banyak mengetik.
Kurita menciptakan 176 emoji berukuran 12×12 piksel yang menggambarkan hal-hal sehari-hari, mulai dari hati ❤️, matahari ☀️, payung ☂️, hingga wajah senyum 😊. Emoji ini awalnya hanya digunakan di layanan pesan Jepang, tapi langsung populer karena membuat komunikasi terasa lebih “hidup”.
Setelah sukses di Jepang, emoji mulai menarik perhatian dunia Barat. Tahun 2010, organisasi Unicode Consortium, lembaga yang mengatur standar teks internasional mulai memasukkan emoji ke dalam sistem Unicode. Langkah ini bikin emoji bisa digunakan di berbagai platform seperti Apple, Google, dan Microsoft tanpa berubah bentuk.
Tahun 2011 jadi titik penting: Apple menambahkan emoji keyboard di iPhone, dan sejak itu emoji langsung mendunia. Dari percakapan santai sampai kampanye sosial, semua orang mulai pakai emoji untuk menyampaikan emosi secara cepat dan universal.
Emoji terus berkembang, nggak cuma dari sisi desain tapi juga makna. Kalau dulu hanya ada warna kuning polos, sekarang sudah ada berbagai warna kulit, gender, bahkan emoji disabilitas.
Tujuannya? Agar semua orang dari latar belakang apa pun bisa merasa terwakili dalam percakapan digital. Bahkan, emoji kini juga punya makna budaya. Contohnya, emoji tangan 🙏 yang bisa berarti “terima kasih”, “berdoa”, atau “tolong”, tergantung konteks budaya penggunanya.
Menurut studi dari Adobe, lebih dari 90% pengguna internet di seluruh dunia memakai emoji setiap hari. Alasannya simpel: emoji membantu kita menyampaikan perasaan yang kadang sulit dijelaskan dengan kata. Emoji bikin pesan terasa lebih hangat, akrab, dan manusiawi, bahkan di dunia digital yang serba cepat ini.
Menariknya, emoji juga mulai dipakai dalam dunia profesional. Banyak perusahaan memanfaatkan emoji dalam email marketing, media sosial, bahkan komunikasi internal tim untuk menciptakan suasana yang lebih santai dan bersahabat.
Jadi, kalau kamu kirim “Terima kasih 🙏” ke rekan kerja, itu sekarang dianggap profesional kok, asal konteksnya tepat!
Ke depan, emoji akan terus berevolusi. Dengan bantuan teknologi AI dan augmented reality, bisa jadi nanti kita bakal punya emoji yang bisa berubah otomatis sesuai ekspresi wajah kita di layar. Seru, kan?Emoji bukan lagi sekadar gambar lucu, tapi sudah jadi bahasa global yang menyatukan manusia lintas bahasa dan budaya. Dari ide sederhana di Jepang, emoji kini jadi simbol komunikasi universal, membuktikan bahwa satu gambar kecil bisa berbicara lebih dari seribu kata.
Emoji lahir dari Jepang, tumbuh lewat teknologi, dan kini jadi bagian penting dari hidup digital kita. Dari sekadar simbol hati di layar ponsel sampai alat komunikasi yang menembus batas budaya, emoji telah membentuk cara baru manusia berinteraksi.
Jadi, lain kali kamu kirim emoji senyum 😊 atau jempol 👍, ingatlah bahwa kamu sedang menggunakan bahasa global yang berawal dari inovasi kecil di Jepang, bukti bahwa hal sederhana bisa membawa perubahan besar dalam cara kita berkomunikasi.
Kalau kamu tertarik dengan budaya dan bahasa Jepang, termasuk cara orang Jepang berkomunikasi lewat emoji, kamu bisa mulai belajar di Cockatoo Course! Kami menyediakan kelas bahasa Jepang yang bisa kamu pilih sesuai kebutuhan: online, onsite, maupun home visit. Kamu bakal diajak memahami bahasa Jepang dari sisi budaya, ekspresi, hingga kebiasaan sehari-hari.
(SA)